Ciri seperti itu adalah indikator sebagai orang suci, juga ciri lainya, yaitu kemampuan menggubah ayat-ayat suci (sloka-sloka suci) Veda. Ciri dan indikator tesebut menandakan bahwa orang suci dalam agama hindu mempunyai gelar dan fungsi yang berbeda didalam kehidupan keagamaan. Kemampuan dan ciri lainya orang suci memiliki sifat-sifat tertentu, termasuk juga jabatan – jabatan tertentu.
Sebagai umat hindu kita wajib memberikan penghargaan kepada para orang suci tersebut, sehubungan dengan hal itu, wujud penghargaan dan rasa hormat tersebut diantaranya tetuangg dalam ajaran catur guru (guru bakti) mengkhususkan pada guru pengajian, pada ajaran Panca Yajna (lima kurban) yaitu Rsi Yajna (kurban suci kepada para Rsi) dan sebagai realisasi dari ajaran Tri Rna (tiga hutang) yakni pada Rsi Rna (Hutang Kepada Para Rsi).
Orang orang suci yang berjasa dan mengembangkan ajaran agama hindu dapat disebutkan mempunyai beberapa gelar dan fungsi dari orang –orang suci tersebut. Didalam kitab Reg Veda dan kitab – kitab Sruti dan Smerti menyebutkan beberapa gelar yang tergolong orang suci, diantaranya adalah: Rsi atau Maha Rsi, Brahmana, Hotar (Hetri), Udgatri, Purohita, Acarya atau Mahacarya, Bhatari atau Bhatara dan yang lainya. Semua gelar itu paling banyak disebut - sebut adalah Rsi atau Maha Rsi. Kitab sruti tidak menjelaskan arti “Rsi” itu kecuali menyebutkan gelar penerima wahyu ataupenggubah mantra – mantra yang terdapat dalam sruti itu. Disana sini nama Rsi dikaitkan dengan nama keluarga dan keturunannya sehingga mantra-mantra itu kadang – kadang menjadi sumber informasi mengenai sejarah atau silsilah para Rsi yang dikaitkan dengan permulaan penciptaan alam semesta.
Kitab Purana, seperti Agni Purana secara etimologi menjelaskan arti kata Rsi dan dan arti kata (V) R yang berarti suara. Istilah inidisarkan pada pengertian analogi yang menganggap bahwa Rsi sebagai penerima dan kemudian menyampaikan suara yang diterima dari Tuhan sebagai Wahyu. Veda menyebutkan ada banyak nama – nama Rsi yang terkenal sebagai pemikir dalam ajaran agama hindu. Rsi – Rsi itu diantaranya Wiswamitra, Wyasa, Kanwa, Agastya, Walmiki dan lain-lain.
Menurut ilmu bahasa kata Rsi berasal dari akar kata “R” yang berarti “suara gaib” yang kemudian berarti “Wahyu” (Revolusi). Semua mantra merupakan “wahyu” sruti sehingga para Rsi yang kedudukanya sebagai penerima wahyu, dikenal dengan Sruta Rsi. Ia juga disebut Satya Rsi karena suara – suara yang disampaikan berasal dari Tuhan Yang Maha Besar, Satya yang berarti kebenaran absolut. Oleh karena itu Rsi yang dalam fungsinya menerima maka para Rsi itupun secara fungsional berkewjiban sebagai : memahami suara, menyampaikan apa yang didengarkan, menulis apa yang didengar dan dimengerti itu.
Sesuai deengan perkembangan berbagai penguraian istilah, makin jelas bahwa perbedaan antara Rsi – Rsi itu adalah terletak pada perbedaan kualitatif. Tidak semua Rsi sama ahlinya dan jasanya. Karena itu dibedakan pengertian Maha Rsi dan Rsi tanpa predikat keistimewaannya. Selain perbedaan itu, dibedakan dalam tiga kelompokan besar yaitu : Brahma Rsi, Raja Rsi, dan Dewa Rsi. Didalam kitab Purana kelompok Rsi dibagi atas tiga kelompok yaitu:
- Brhmarsi (Brahma Rsi) misalnya Wasistha
- Rajarsi (Raja Rsi) misalnya Wiswamitra
- Dewarsi (Dewa Rsi) misalnya kasyapa
Pembagian kelompok Rsi tersebut terdapat pula pengertian lain yang kalau ditelusuri lebih jauh tidak hanya merupakan fungsi, misalnya yang disebut satya Rsi, Sruta Rsi dan Yang lainnya, semuanya ini disebut Maha Rsi untuk membedakan dari Rsi – Rsi yang timbul kemudian, dan semua jenis Rsi diatas merupakan induk karena kemudian dari kelompok – kelompok itu akhirnya berkembang berbagai jenis Rsi.
Seorang brahma Rsi pada hakikatnya bertugas mengembangkan, mempelajari dan mengembangkan catur Veda, Dharma sastra, Sadangga Veda, Mimansa dan Nyayasasstra. Dengan penguasaan ilmu yang mengkhususkan dalam bidang itu maka sifat dan fungsinya sebagai maha Rsi dapat dipertahankan. Ini tidak berarti kelompok kedua Rsi lainya dapat mengabaikanya, melainkan cukup bila mereka tau walaupun tidak terlalu mendalami sekali.
Kelompok kedua Raja Rsi juga berasal dari brahma Rsi. Raja Rsi diberikan tugas untuk memelihara dunia, dalam artian usahanya memberikan perlindungan , memerintah sebagai kepala negara, maka kedudukan mereka tidak lagi sebagai brahma Rsi tetapi menjadi raja Rsi. Ada juga yang disebut dengan dewa Rsi. Kelompok ini juga berasal juga dari berahma Rsi, hanya saja kemudian berfungsi untuk menjadi pengaruh para dewa. Dewa Rsi yang terkenal antara lain adalah Narada dan parwata.
Secara mertologis juga dikemukaan bahwa yang disebut dengan dewa Rsi adalah Rsi yang karena kelahiranya berasal dari kelompok dewa-dewa. Sebagai contohnya adalah Narayana. Semua para maha Rsi itu berkewajiban untuk membertahankan sifat keresianya. Sifat-sifat itu meliputi: dirghayusa (panjang umur), matikerti(mampu melaksanakan keingginan), siddaiswarya (sempurna sejak dalam kandungan), Diwya caksu (mampu mengetahui jauh atau dekat, masa dulu maupun masa yang akan datatang), Prtyaksa darmanah (menjadi karena pengetahuan prakyaksa pengetahuan langsung), Gotraprawartaka (mempunyai keturunan), Satkarmanirala (tidak terhalang melakukan yadnya).
Silinah (berpegang teguh dengan kesusilaan), Cramedina (gemar dalam tugas rumah tangga dan tidak takut pada makan sedarhana).
Jika kesembilan tugas itu dipegang dengan tegguh dan dilaksanakan oleh seorang Rrsi maka ia dapat mempertahankan sifat ke-rsinnya. Dan itu pula menyebabkan ia dikenal terus menerus sebagai seorang maha rsi. Hal itu pula menjadi latar belang seorang yang telah didiksa atau diwinten menjadi rsi atau menjadi orang suci harus berpegang teguh kepada brata (pantangan-pantangan) yang diwajibkan. Pantangan tau brata itu adalah suwatu kewajiban dalam usaha untuk mengembangkan kesusilaan dan kekuatan batinya agar tetap mampu memelihara kesucin baik lahir maupun batin ataupun kesucian pikiran, perbuatan dan upacara
Kitab Brahma Purana, menyebutkan kelompok dan jenis Rsi secara lebih terperinci antara lain:
- Rsi diwilayah timur yaitu: Wiswamitra, Yawakrta, Raibhya, Kanwa dan Gangga. Penunjukan wilayah timur, mungkin bagian darin india timur seperti daerah banggala, yang nama-namanya tersebar sampai keindonesia yaitu Wiswamitra dan kanwa.
- Rsi diwilayah selatan: Dattatreya, Namuci, Pramuci, Walmiki, Soma, Kimdu dan Agastia. Penunjukan wilayah selatan diantaranya daerah dekkan samapai pada ujung pantai selatan. Hubungan indonesia denggan india selatan sangat banyak pada jaman prasejarah itu , tidak mengherankan kalau nama-nama seperti Agastia dan Walmiki sangat terkenal diindonesia.
- Rsi diwilaha barat yaitu : Kamnya, Kawisa, Wrsango, Narada, Wama Dewa, Sambari Atrawaktra, Suka, Bhrgu, Lomasa dan Mudgalya. Dari daerah wilayah banal ada kaitanya dengan penyebaran Kafilah dan daerah Hindu dengan membawa nama Bagawan Bhrgu dengan penyebaran utama di wilayah sumatra. Wilayah barat ini sebagai wilayah penyebaran Mahabhrata, karenanya terbawa pula nama-nama Rsi terkemuka di Mahabhrata.
- Rsi diwilayah utara yaitu: Kasyapa , Wasista, Atri, Gautama, Yamadakni, Bharatwaja dan sanaka.
Dari semua nama itu yang banyak berhubungan dengan penyebaran agama Hindu diindonesia adalah Kasyapa, Wasista, Gautama dam Rsi Bharatwaja. Penyebaran ke indonesia bersamaan pula dengan penyebaran melalui wilayah timur maupun selatan sebagai dua arus jalan penyebaran agama Hindu. Disamping pengelompokan resmi menurut wilayah atau daerah, dapat pula dikelompokan menurut kedudukan atau fungsinya yaitu: Srula Rsi, Salya Rsi, Brahma Rsi, Dewa Rsi, Tapa Rsi dan raja Rsi. Ada empat sifat yang menyebabkan Rsi penting artinya bagi kehidupan umat Hindu yaitu:
Sedangkan Diksa adalah penyucian seorang welaka menjadi Pandita. Upacara penyucian ini selain ritual ada juga ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan olah PHDI (Parisada Hindu Dharma Indonesia). Pandita dibali sering disebut dengan sulinggih, memiliki brata-brata tertentu untuk melaksanakan yang patut di taatinya dalam hidupnya. Upacara Diksa bukan lah sekedar merupakan upacara perubahan status belaka dari seorang walaka menjadi sulinggih. Di dalam upacara itu terkandung makna yang medalam mennai hubungan batin antara guru nabhe dengan sisyanya (calon diksita).
Upacara diksita merupakan salah satu cara untuk meningkatkan diri dari pase kehidupan yang belum sempurna menuju kehidupan baru dalam dunia yang lebih sempurna. Pada kenyataanya orang yang telah didwijati diberikan bebaagai sebutan tergantung ada ketentuan keluarga dan wangsanya. Ada yang disebut dengan Pedande, Rsi , Bagawan, Bujangga, Empu dan Dukuh. Semua dwijati itu memiliki kedudukan sejajar dalam pandangan agama hindu. Keseluruhanya termasuk Pandita karena semua gelar dwijati itu baru boleh dipakai setelah melalui proses upacara Diksa.
Didalam yajur weda XX, 25 di uraikan tentang diksa itu sebagai beikut: Dengan melaksanakan brata seseorang akan memperoleh diksa, dengan melakukan diksa, seseorang akan memperoleh daksina, dengan daksina seseorang melaksanakan sraddah, dan dengan sraddah seseorang akan memperoleh satya.
Brata adalah suatu janji diri untuk melaksanakan pantangan-pantangan keagamaan agar mendapat kesucian rohani. Diksa artinya telah memperroleh kesucian atau Dwijati. Daksina adalah pendapatan yang suci karena didapatkan dari perbuatan yang suci dan terhormat. Sraddha artinya keyakinan atau keikhlasan untuk mengabdi kepada Ide Sanghyang Widhi Wasa. Satya artinya kebenaran tertinggi.
Berbeda dengan Pandita, Pinandita adalah seorang rohaniawan hindu tingkat Ekajati. Seorang calon Pinandita tidak didiksa melainkan diwinten. Dengan demikian statusnya berbeda dengan Pandita. Pada umumnya seseorang yang telah melakukan upacara Pawintenan memiliki sebutan tertentu, untuk dibali disebut dengan Pemanggku. Pemangku adalah Rohaniawan hindu yang tergolong pada tingkatan ekajati. Ekajati dalam bahasa Sansekerta berarti hanya lahir sekali. Lahir atau dilahirkan dari kandungan ibu.
- Widya atau ilmu
- Satya atau kejujuran , kebenaran.
- Tapa atau pengendalian diri.
- Sruta atau penerimaan wahyu.
Sedangkan Diksa adalah penyucian seorang welaka menjadi Pandita. Upacara penyucian ini selain ritual ada juga ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan olah PHDI (Parisada Hindu Dharma Indonesia). Pandita dibali sering disebut dengan sulinggih, memiliki brata-brata tertentu untuk melaksanakan yang patut di taatinya dalam hidupnya. Upacara Diksa bukan lah sekedar merupakan upacara perubahan status belaka dari seorang walaka menjadi sulinggih. Di dalam upacara itu terkandung makna yang medalam mennai hubungan batin antara guru nabhe dengan sisyanya (calon diksita).
Upacara diksita merupakan salah satu cara untuk meningkatkan diri dari pase kehidupan yang belum sempurna menuju kehidupan baru dalam dunia yang lebih sempurna. Pada kenyataanya orang yang telah didwijati diberikan bebaagai sebutan tergantung ada ketentuan keluarga dan wangsanya. Ada yang disebut dengan Pedande, Rsi , Bagawan, Bujangga, Empu dan Dukuh. Semua dwijati itu memiliki kedudukan sejajar dalam pandangan agama hindu. Keseluruhanya termasuk Pandita karena semua gelar dwijati itu baru boleh dipakai setelah melalui proses upacara Diksa.
Didalam yajur weda XX, 25 di uraikan tentang diksa itu sebagai beikut: Dengan melaksanakan brata seseorang akan memperoleh diksa, dengan melakukan diksa, seseorang akan memperoleh daksina, dengan daksina seseorang melaksanakan sraddah, dan dengan sraddah seseorang akan memperoleh satya.
Brata adalah suatu janji diri untuk melaksanakan pantangan-pantangan keagamaan agar mendapat kesucian rohani. Diksa artinya telah memperroleh kesucian atau Dwijati. Daksina adalah pendapatan yang suci karena didapatkan dari perbuatan yang suci dan terhormat. Sraddha artinya keyakinan atau keikhlasan untuk mengabdi kepada Ide Sanghyang Widhi Wasa. Satya artinya kebenaran tertinggi.
Berbeda dengan Pandita, Pinandita adalah seorang rohaniawan hindu tingkat Ekajati. Seorang calon Pinandita tidak didiksa melainkan diwinten. Dengan demikian statusnya berbeda dengan Pandita. Pada umumnya seseorang yang telah melakukan upacara Pawintenan memiliki sebutan tertentu, untuk dibali disebut dengan Pemanggku. Pemangku adalah Rohaniawan hindu yang tergolong pada tingkatan ekajati. Ekajati dalam bahasa Sansekerta berarti hanya lahir sekali. Lahir atau dilahirkan dari kandungan ibu.
0 komentar:
Posting Komentar